Ngaji.web.id - Asyura’, atau hari kesepuluh dari bulan Muharram merupakan sebuah hari yang tidak hanya dikenal di masa umat Rasulillah Muhammad Saw saat ini, namun telah populer bagi agama lain seperti Yahudi, Nasrani bahkan Quraisy Makkah. Secara khusus pula umat Islam memiliki beberapa amaliah yang meliputi (1) Berdasarkan hadis sahih, yakni puasa Asyura (2) Berdasarkan hadis yang statusnya diperselisihkan oleh sebagian ulama namun telah diamalkan oleh seorang sahabat, yakni melapangkan nafkah untuk keluarga (3) Amaliah ulama yang secara umum memang diperbolehkan untuk diamalkan, seperti sedekah, mengusap kepala anak yatim, menjenguk orang sakit, mandi dan sebagainya.
Puasa Asyura’
Puasa Asyura’ dalam riwayat Aisyah ini menunjukkan bahwa Kaum Musyrikin Quraisy telah mengamalkan puasa Asyura:
عَنْ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - أَنَّ قُرَيْشًا كَانَتْ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، ثُمَّ أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - بِصِيَامِهِ حَتَّى فُرِضَ رَمَضَانُ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « مَنْ شَاءَ فَلْيَصُمْهُ ، وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ (رواه البخارى)
Orang Quraisy puasa saat Asyura’ di masa Jahiliyah. Lalu Nabi perintahkan puasa Asyura’. Setelah diwajibkan puasa Ramadhan, Nabi bersabda: “Silahkan puasa Asyura’ atau tidak puasa” (HR al-Bukhari)
Sementara dalam riwayat sahabat lain, misalnya Ibnu Abbas, Abu Musa dan lainnya orang-orang Yahudi dan Nasrani mengagungkan Asyura’ dan berpuasa di hari tersebut.
Puasa Tasua’
Disamping puasa Asyura’ juga dianjurkan puasa Tasua’ atau hari kesembilan bulan Muharram untuk membedakan antara amaliah Puasa Asyura bagi umat Islam dengan agama lain:
حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ - إِنْ شَاءَ اللَّهُ - صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ ». قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. (رواه مسلم)
“Ketika Nabi berpuasa di hari Asyura dan memerintahkan puasa Asyura, para sahabat berkata: “Wahai Rasul Allah, Asyura adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani.” Nabi bersabda: “Tahun depan –in sya Allah- kita akan berpuasa tanggal 9 Muharram”. Ibnu Abbas berkata: Belum datang tahun depan ternyata Rasulullah wafat” (HR Muslim)
Melapangkan Nafkah di Hari Asyura’
Anjuran ini disampaikan oleh banyak ulama diantaranya Mufti al-Azhar Mesir, Syaikh Athiyah Shaqr:
"مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ فِى يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ السَّنَةَ كُلَّهَا" رواه الطبرانى والبيهقى وأبو الشيخ ، وقال البيهقى إن أسانيده كلها ضعيفة ، ولكن إذا ضم بعضها إلى بعض أفاد قوة ، قال العراقى فى أماليه : لحديث أبى هريرة طرق صحح بعضها ابن ناصر الحافظ ، وأورده ابن الجوزى فى الموضوعات (فتاوى الأزهر - ج 9 / ص 256)
“Hadis: Barangsiapa meluaskan (nafkah) kepada keluarganya di hari Asyura’, maka Allah melapangkan (rezeki) baginya selama setahun” (HR al-Thabrani, al-Baihaqi dan Abu al-Syaikh. Al-Baihaqi berkata: “Semua sanadnya dhaif, namun jika diakumulasikan maka sanadnya kuat”. Al-Iraqi berkata dalam Amali: “Hadis Abu Hurairah memiliki banyak jalur yang dinilai sahih oleh al-Hafidz Ibnu Nashir. Dan Ibnu al-Jauzi memasukkan ke dalam kitab al-Maudhu’at”)”. (Fatawa al-Azhar, 9/256)
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Syafii menyebutkan beberapa yang mengamalkannya:
قَالَ جَابِرٌ جَرَّبْنَاهُ فَوَجَدْنَاهُ كَذَلِكَ وَقَالَ أَبُوْ الزُّبَيْرِ: مِثْلَهُ وَقَالَ شُعْبَةُ: مِثْلَهُ (لسان الميزان - ج 2 / ص 293)
“Sahabat Jabir berkata: “Kami telah membuktikannya, ternyata benar”. Begitu pula dikatakan oleh Abu al-Zubair dan Syu’bah” (Lisan al-Mizan, 2/293)
Santunan Yatim dan Fakir-Miskin
Dari pemaparan hadis diatas, sebagian ulama menerapkan hadis tersebut untuk memberi santunan kepada fakir dan miskin (dan Yatim juga ada yang tergolong di dalamnya):
لَئِنْ كَانَتْ هُنَاكَ تَوْسِعَةٌ فَلْتَكُنْ عَلَى الْفُقَرَاءِ كَالْبِرِّ فِى رَمَضَانَ ، وَمَهْمَا يَكُنْ مِنْ شَىْءٍ فَاِنَّ التَّوْسِعَةَ مَنْدُوْبَةٌ وَأَفْضَلُ دِيْنَارٍ يُنْفِقُهُ الْإِنْسَانُ بَعْدَ نَفْسِهِ هُوَ عَلَى أَهْلِهِ ، وَكُلُّ ذَلِكَ فِى حُدُوْدِ الْوُسْعِ ، وَرَأَى بَعْضُ الْمُفَكِّرِيْنَ أَنَّ " الْعِيَالَ " الْمَذْكُوْرِيْنَ فِى هَذَا الْحَدِيْثِ هُمْ عِيَالُ اللهِ وَهُمُ الْفُقَرَاءُ ، وَهُنَا تَظْهَرُ الْحِكْمَةُ فِى التَّوْسِعَةِ مَعَ الصِّيَامِ (فتاوى الأزهر - ج 9 / ص 256)
“Jika pada Asyura’ ada bentuk meluaskan pemberian, hendaklah diberikan kepada orang-orang fakir, seperti berbuat baik di bulan Ramadhan. Memang secara anjuran, pemberian sedekah lebih utama diberikan oleh seseorang kepada keluarganya. Hal itu bersifat luas. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud ‘Keluarga’ adalah orang-orang fakir. Dari sini tampak jelas hikmah tentang memberi sedekah bersama puasa Asyura” (Fatawa al-Azhar, 9/256)
Keutamaan menyantuni anak yatim, janda dan orang miskin ini disebutkan dalam hadis:
وَالسَّاعِي عَلَى الْيَتِيْمِ وَالْأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِيْنِ كَاْلمُجَاهِدِ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَالصَّائِمِ الْقَائِمِ لَا يَفْتُرُ. رواه أبو يعلي والطبراني في الأوسط
“Orang yang mengurus (bantuan) untuk anak yatim, janda tua dan orang miskin, adalah seperti orang berjihad di jalan Allah dan seperti orang yang berpuasa nan bangun ibadah malam hari tanpa setengah hati” (HR Abu Ya’la dan al-Thabrani, hadis dengan sanad ini dinilai dhaif namun hadis tentang janda-orang miskin terdapat dalam kitab Sahih al-Bukhari dan Muslim tanpa menyebut Yatim)
Amaliah Ulama di Hari Asyura’
al-Imam al-Hafizh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, (508-597 H/1114-1201 M), seorang ulama ahli hadits terkemuka bermadzhab Hanbali, menjelaskan dalam kitabnya al-Majalis beberapa amaliah yang dilakukan di hari Asyura’:
فَوَائِدُ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ اَلْفَائِدَةُ اْلأُوْلَى: يَنْبَغِيْ أَنْ تَغْسِلَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، وَقَدْ ذُكِرَ أَنَّ اللهَ تَعَالَى يَخْرِقُ فِيْ تِلْكَ اللَّيْلَةِ زَمْزَمَ إِلىَ سَائِرِ الْمِيَاهِ، فَمَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَئِذٍ أَمِنَ مِنَ الْمَرَضِ فِيْ جَمِيْعِ السَّنَةِ، وَهَذَا لَيْسَ بِحَدِيْثٍ، بَلْ يُرْوَى عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ. اْلفَائِدَةُ الثَّانِيَةُ: الصَّدَقَةُ عَلىَ الْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ. اْلفَائِدَةُ الثَّالِثَةُ: أَنْ يَمْسَحَ رَأْسَ الْيَتِيْمِ. اَلْفَائِدَةُ الرَّابِعَةُ أَنْ يُفَطِّرَ صَائِمَا. اَلْفَائِدَةُ الْخَامِسَةُ أَنْ يُسْقِيَ الْمَاءَ. اَلْفَائِدَةُ السَّادِسَةُ أَنْ يَزُوْرَ اْلإِخْوَانَ. اَلْفَائِدَةُ السَّابِعَةُ: أَنْ يَعُوْدَ الْمَرِيْضَ. اَلْفَائِدَةُ الثَّامِنَةُ أَنْ يُكْرِمَ وَالِدَيْهِ وَيَبُرَّهُمَا. الْفَائِدَةُ التَّاسِعَةُ أَنْ يَكْظِمَ غَيْظَهُ. اَلْفَائِدَةُ الْعَاشِرَةُ أَنْ يَعْفُوَ عَمَّنْ ظَلَمَهُ. اَلْفَائِدَةُ الْحَادِيَةَ عَشَرَةَ: أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنَ الصَّلاَةِ وَالدُّعَاءِ وَاْلاِسْتِغْفَارِ. اَلْفَائِدَةُ الثَّانِيَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنْ ذِكْرِ اللهِ. اَلْفَائِدَةُ الثَّالِثَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُمِيْطَ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ. اَلْفَائِدَةُ الرَّابِعَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُصَافِحَ إِخْوَانَهُ إِذَا لَقِيَهُمْ. اَلْفَائِدَةُ الْخَامِسَةَ عَشَرَةَ: أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنْ قِرَاءَةِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ لِمَا رُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: مَنْ قَرَأَ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ أَلْفَ مَرَّةٍ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ نَظَرَ اللهُ إِلَيْهِ وَمَنْ نَظَرَ إِلَيْهِ لَمْ يُعَذِّبْهُ أَبَدًا.
“Beberapa faedah amalan shaleh pada hari Asyura (1) Mandi pada hari Asyura. Telah disebutkan bahwa Allah SWT membedah komunikasi air Zamzam dengan seluruh air pada malam Asyura’. Karena itu, siapa yang mandi pada hari tersebut, maka akan aman dari penyakit selama setahun. Ini bukan hadits, akan tetapi diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. (2) Bersedekah kepada fakir miskin. (3) Mengusap kepala anak yatim. (4) Memberi buka orang yang berpuasa. (5) Memberi minuman kepada orang lain. (6) Mengunjungi saudara seagama. (7) Menjenguk orang sakit. (8) Memuliakan dan berbakti kepada kedua orang tua. (9) Menahan amarah dan emosi. (10) Memaafkan orang yang telah berbuat aniaya. (11) Memperbanyak ibadah shalat, doa dan istighfar. (12) Memperbanyak dzikir kepada Allah. (13) Menyingkirkan apa saja yang mengganggu orang di jalan. (14) Berjabatan tangan dengan orang yang dijumpainya. (15) Memperbanyak membaca surat al-Ikhlash sampai seribu kali. Karena atsar yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, barangsiapa yang membaca 1000 kali surah al-Ikhlash pada hada hari Asyura, maka Allah akan memandang-Nya. Siapa yang dipandang oleh Allah, maka Dia tidak akan mengazabnya selamanya. (Al-Hafizh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, kitab al-Majalis halaman 73-74, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah).